PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seorang anak
didalam mencari nilai-nilai hidup, harus mendapat bimbingan sepenuhnya dari
pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah
dan suci/fitrah, dan alam sekitarnyalah yang akan memberikan corak warna
terhadap nilai hidup atas pendidikan seorang anak, khususnya pendidikan
karakter.
Karena itu Islam
sangat memperhatikan masalah pendidikan terhadap anak dan memberikan konsep
secara kongkrit yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dimana terdapat dalam Surat
Al-Isra Ayat 23-24 dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan bagi anak,
namun terlebih dahulu marilah kita uraikan apa makna/definisi dari pendidikan
dan arti anak itu sendiri.
B. PENGERTIAN PENDIDIKAN (PAEDAGOGIE)
Didalam berbagai literatur ilmu pendidikan, beberapa
pakar/ahli pendidikan sepakat bahwa kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani
Paedagogie, terdiri dari kata “PAIS” yang artinya anak dan kata “AGAIN” yang
artinya membimbing. Jadi Paedagogie secara bahasa diartikan bimbingan yang
diberikan kepada anak.
Menurut istilah, pendidikan (paedagogie) diartikan
oleh beberapa pakar sebagai berikut:
1) Drs.H.Abu Ahmadi
dan Dra.Hj.Nur Uhbiyati P
Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan
secara sadar dan disenagja serta penuh rasa tanggungjawab yang dilakukan oleh
orang dewasa kepada anak agar anak tersebut mencapai tingkat kedewasaan yang
dicita-citakan dan berlangsung terus menerus;
2) Ki Hajar Dewantoro
Mendidik adalah kegiatan menuntun segala
kodrat/bawaan yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Dari beberapa pendapat diatas, esensial makna yang terdapat didalamnya adalah sama dengan konsep dan makna pendidikan yang ada dalam agama Islam, bahwa pendidikan adalah hak semua manusia dan berlaku seumur hidup.
Dari beberapa pendapat diatas, esensial makna yang terdapat didalamnya adalah sama dengan konsep dan makna pendidikan yang ada dalam agama Islam, bahwa pendidikan adalah hak semua manusia dan berlaku seumur hidup.
C. PENGERTIAN ANAK
Menurut Islam,
anak merupakan sebuah amanah dari Allah SWT yang diembankan kepada hamba-Nya
yang dikehendaki, yang dilahirkan dalam keadaan suci/fitrah. Karena itu,
tanggungjawab pendidikan seorang anak secara khusus dibebankan kepada orang
tuanya,
Selanjutnya mari kita bahas konsep pendidikan bagi anak yang ditawarkan oleh Islam,yaitu dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.
Selanjutnya mari kita bahas konsep pendidikan bagi anak yang ditawarkan oleh Islam,yaitu dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا
إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ
الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا
تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“
Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada
keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.”
(Qs.
Al Israa’ [17]:23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ
مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil’.”
(Qs.
Al Israa’ [17]:24)
Takwil firman Allah :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا
إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ
الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا
تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
(Dan
tuhanmu telah memrintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada
keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.)
Maksud
ayat ini adalah, wahai Muhammad, Tuhanmu telah menetapkan perintah-Nya kepada
kalian untuk tidak menyembah selain Allah, karena tiada yang patut disembah
selain Allah.
MAKNA
KOSAKATA
Dalam ayat ini
membahas 16 masalah :
Pertama
قَضَى : “
Memerintahkan “. Maksudnya , memerintahkan, mengharuskan dan mewajibkan.
Kedua
: Allah SWT memerintahkan bertauhid dan beribadah
kepada-Nya. Dan menjadikan bakti kepada kedua orang tua selalu dibarengkan
dengan beribadah kepada-Nya. Sebagaimana telah membarengkan terimakasih kepada
keduanya dengan bersyukur kepada-Nya. Allah berfirman, وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا
إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya”.
Ketiga : Termasuk berbakti
kepada kedua orang tua adalah ihsan (berlaku baik) kepeda keduanya
dengan tidak menunjukan pertentangan atau durhaka kepada keduanya. Karena
tindakan seperti itu disepakati termasuk dosa besar.
Hal tersebut
dijelaskan dalam sunnah sebagaimana tercantum dalam shahih dari Abdullah bin
amru,
“Sesungguhnya
di antara dosa besar itu adalah seseorang yang mencaci kedua orang tuanya”.
Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah apakah (ada) seseorang yang mencaci
orang tuanya sendiri?”. Beliau menjawab, “ Ya (ada),yaitu seseorang yang
mencaci ayah orang lain berarti ia mencaci ayahnya sendiri, kemudian ia mencaci
ibu orang lain berarti ia telah mencaci ibunya sendiri.[1]
Keempat : durhaka terhadap
orang tua adalah menentang maksud keduanya yang bersifat mubah. Sebagaimana
berbakti kepada keduanya adalah menuruti apa yang menjadi maksud keduanya.
Dengan demikian jika keduanya atau salah satu dari keduanya memerintahkan suatu
perintah kepada anaknya, mak ia wajib menaatinya jika perintah itu bukan suatu
kemaksiatan dan selama yang diperintahkan itu merupakan hal hal yang mubah
(boleh) dan termasuk mandub (dianjurkan). Sebagia ulama berpandangan
bahwa perintah kedua orang tua untuk hal-hal yang mandub maka menjadi
bertambah kuat ke mandubnya itu.
Kelima
: At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia
berkata,” Aku memiliki seorang istri yang aku cintai. Sedangkan ayahku
membencinya sehingga memerintahkanku agar aku menceraikannya namun aku
menolaknya.
Keenam : Dalam
Ash-Shahih terlansir riwayat dari
Abu Hurairah, ia berkata, “Datang seorang pria kepadanya Nabi SAW lalu berkata,
“Siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan
denga biak ?”
Beliau menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “
Kemudian siapa lagi?”
Beliau menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “
Kemudian siapa lagi?”
Beliau menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “
Kemudian siapa lagi?”
Beliau menjawab, “Ayahmu”.[2]
Hadist
ini menunjukan bahwa kecintaan dan kasih sayang kepada ibu harus tiga kali
lipat dari kecintaan terhadap ayah. Hal itu karena Nabi SAW menyebutkan ibu
Sampai tiga kali, sementara Ayah hanya sekali saja.
Jika makna ini
dihayati maka akan tearlihat jelas bahwa kepayahan mengandung, melahirkan, menyusui,
dan mendidik hanya khusus pada diri.
Ketujuh:
Bakti kepada orang tua tidak khusus ketika kedua orangtua itu muslim.Bahkan
sekalipun keduanya kafir,berbakti dan berbuat baik kepada keduanya tetap wajib,apalagi jika keduanya kafir dzimmi
(yang berhak hidup damai).Allah SWT berfirman
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadp orang-orang yang tiada memerangimu
kaerna agam dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.” (Qs.Al Mumtahanah
[60]: 8)
Kedalapan:
Di antara berbuat baik kepada orang tua
adalah jika ditentukan untuk berangkat berjihad mak hendaknya berjihad dengan
izin keduanya.”ada seorang pria datang kepada Nabi SAW meminta izin untuk
berjihad.Maka beliau menjawab ,”Ya”.beliau bersabda,”Berjihad dengan berbakti
pada keduanya.”[3]
Sedangkan lafazh Muslim di selain Ash-Shahih :
Ia
berkata,”Ya,aku meninggalkan keduanya dalam keadaan menangis”.Beliau bersabda
,”Kembalilah dan buat keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat
keduanya menangis.”[4]
Kesembilan
: para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan kedua
orang tua yang musyrik, apakah anaknya harus keluar dengan izinnya , jika jihad
adalah salah satu fardhu kifayah. Ats-Tsauri mengatakan,” tidak boleh berperang
melainkan dengan izin kedunya.”
Asy-Syafi’i berkata, “ boleh baginya
berperang dengan tanpa izin keduanya.”
Ibnu Al Mundir berkata, “ para kakek
adalah para ayah sedangkan para nenek adalah para ibu, sehingga seseorang tidak
boleh beperang dengan izin mereka. Dan aku tidak mengetahui adanya indikasi
yang mewajibkan itu kepada saudara dan kerabat lainnya.”
Sedangkan Thawus melihat bahwa
berbuat baik kepada saudara-saudara lebih baik dari pada jihad dijalan Allah ‘Azza wa Jalla.’
Kesepuluh:
Diantara faktor menyempurnakan bakti kepada kedua
orang tua adalah menyambung silaturrahim kepada para sahabat atau temannya.
Rasulullah juga memberikan hadiah kepada kawan-kawan Khadizah sebagai bakti
beliau kepadanya dan memenuhi janjinya, karena dia adalah istri beliau. Maka
apalagi apalagi dengan kedua orang tua .
Kesebelas: Firman Allah SWT: “jika salah seorang diantara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu.”
Dikhususkan ketika mas lanjut usia karena ini adalah masa di mana keduanya
sangat membutuhkan baktinya karena
perubahan kondisi pada keduanya yang melemah faktor usia yang tua. Karena
keduanya dalam kondisi ini telah menjadi tanggung jawab anaknya. Keduanya
sangat membutuhkan perhatian dari orang yang dulu pernah diurusinya diwaktu
kecil, yaitu dari anak-anaknya.
Selain itu juga masa yang lama
berada bersama seseorang kadang-kadang menimbulkan kebosanan dan kejenuhan
sehingga menstimulasi emosi terhadap keduia orang tuanya. Untuk mengantisipasi
situasi ini, maka dianjurkan agar sianak tetap berbicara dengan baik dan lemah
lembut terhadap kedua orang tuanya,dengan demikian dia akan selamat dari segala
cela dan aib. Maka Allah SWT berfirman: “Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.”
Orang
bahagia adalah orang yang segera menggunakan kesempatan untuk berbakti kepada
kedua orang tuanya agar tidak terkejar dengan kematian keduanya sehingga akan
menyesali semua itu. Sedangkan orang sengsara adalah orang yang durhaka kepada
kedua orang tuanya. Apalagi bagi orang yang telah sampai kepadanya perintah
untuk berbakti kepada kedua orang tua.
Kedua
belas : Firman Allah SWT: “maka sekali kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’.” Maksudnya, jangan katakan
keduanya ucapan-ucapan yang di dalamnya sekecil apapun yang menyedihkan. Dari
Abu Raja’ Al Utharidi,
“Ah,adalah ucapan yang buruk lagi kasar.”
“Ah,adalah ucapan yang buruk lagi kasar.”
Mujahid
berkata.”Artinya:Jika anda ,mendapatkan kedua orang tau dalam kondisi lanjut usia
lalu ia buangt aiar besardan aie kecil,maka janganlah anda keduanya lalu anda
ucapkan ah.”[5]
Sedangkan maksud ayat ini lebih luas dari makna ini.
Uff dan tuff adalah kotoran kuku,[6] dan
juga dikatakan terhadap apa-apa yang menggelisahkan dan memberati.
Al Azhari berkata,”Uff juga sesuatun
yang snagat hina.dengan kasratain sebagaimana macam-macam sauar yang di kasratain kan.
Sedangkan Abu Amru bun Al
Ala’berkata,”Uf adalah kotoran di sela-sela kuku sedangkan tuff adalah
potongannya.”
Az-Zujjaj berkata.”Arti uff dalah
busuk,”.
Para ulama kuita
berkata,”ucapan ‘ah’ terhadap kedua orang tua adalah ucapan yang paling hina
karena dengan ucapan itu menolak keduanya dengan penolakan yang termasuk kufur
nikmat,kufur dan menolak wasiat Al-Quran.
Ketiga
belas : firman Allah SWT “Dan janganlah kamu membentak mereka.”
An-Nahru : Membentak dan berbicara kasar kepadanya.
“Dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. ” Maksudnya,yang lembut dan indah. Seperti: Wahai bapakku
dan hai ibuku,dengam tidak menyebut nama atau julukannya.Demikian dikatakan
oleh Atha’.
Sedangkan Ibnu Al Baddah[7]
At-Tujibi berkata, “ Saya katakan kepada Said bin Al Musayyab bahwa semua yang
ada di dalam Al-Qur’an mengenai berbakti kepada kedua orang tua telah saya
ketahui, kecuali firman-Nya,” Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. Apakah
perkataan yang mulia itu?. Ibnu Al Musayyab menjawab,”ucapan seorang hamba yang
bersalah kepada kedua orang tuanya yang kasar dan keras.”1187
Keempat belas: Firman Allah SWT,
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan .“
Ini adalah
bahasa kiasan yang berkenaan dengan lemah lembut dan kasih sayang
serta merendah diri dihadapan kedua orang tua sebagaimana rendah diri seorang
rakyat terhadap seorang pemimpin sebagaimana di tunjukan kepadanya oleh Sa’id
bin Al Musayyab. Hafsh mengambil gambaran dengan ‘sayap’ dan menjadikannya
rendah adalah serupa dengan sayap burung ketika merendahkan sayap untuk
anaknya.
Kelima belas : Dan didalam
ungkapan adalah untuk menjelaskan jenis. Maksudnya, sungguh rendah diri adalah
bagian dari rahmat yang kokoh bersemayam didalam jiwa. Dan juga bisa untuk
menunjukan tujuan akhir.
Kemudian Allah SWT memerintahkan
para hambanya agar berkasih sayang kepada orang tua mereka dan mendo’akan
mereka. Hendaknya engkau menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangimu
dan juga lemah lembut kepada keduanya sebagaimana keduanya lemah lembut
kepadamu. Karena keduanya telah menolongmu ketika kamu masih kecil, bodoh dan
sangat membutuhkan sehingga keduanya mengutamakanmu dari pada diri mereka
sendiri. Keduanya begadang dimalam hari, keduanya lapar demi
mengenyangkanmu,keduanya berpakaian compang-camping demi memberikan pakaian
untukmu, maka kamu tidak akan bisa mebalas kebaikan keduanya kecuali ketika
keduanya telah lanjut usia sampai batas usia mereka tidak berdaya seperti kamu
masih kecil,lalu kamu mengurusinya dengan baik sebagaimana keduanya telah
mengurusmu dengan baik pula. Dengan demikian kedua orang tua memiliki hak untuk
diutamakan.
Keenam belas : Firman Allah
SWT: “sebagaimana mereka berdua telah mendidiku.” Pendidikan secara
khusus disebutkan agar para hamba ingat bahwa kasih sayang kedua orang tua dan
kelelahan kedua orang tua adalah dalam mendidik. Sehingga hal itu dapat
menambah kasih sayang dan sikap lemah lembut kepada keduanya. Semua ini untuk
kedua orang tua yang mukmin.
TAFSIR AYAT
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا
إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ
الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا
تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ
مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Berdasarkan ayat di atas,
tampaknya yang menjadi titik sentral dalam masalah bir al-walidain adalah anak,
maka posisi orang tua sebagai pendidik tidak menjadi bahasan utama. Hal ini
bisa disebabkan adanya suatu anggapan bahwa orang tua tidak akan melalaikan
kewajibannya dalam mendidik anak.
Menurut Said Qutub orang tua
itu tidak perlu lagi dinasehati untuk berbuat baik kepada anak, sebab orang tua
tidak akan pernah lupa akan kewajibannya dalam berbuat baik kepada anaknya.
Sedangkan anak sering lupa akan tanggung jawabnya terhadap orang tua. Ia lupa
pernah membutuhkan asuhan dan kasih sayang orang tua dan juga lupa akan
pengorbanannya. Namun demikian anak perlu melihat ke belakang untuk
menumbuh-kembangkan generasi selanjutnya. Jadi mempelajari cara orang tua
dalam mendidik anak menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.
Hal pertama yang teranalisa dalam penjelasan kedua ayat tersebut adalah kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran ayat wa bilwalidaini ihsana. Dalam penafsiran penggalan ayat tersebut, anak dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua telah berbuat ihsan kepada anak; mengandung selama sembilan bulan, memberikan kasih sayang dan perhatian sejak dari proses kelahiran hingga dewasa.
Hal pertama yang teranalisa dalam penjelasan kedua ayat tersebut adalah kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran ayat wa bilwalidaini ihsana. Dalam penafsiran penggalan ayat tersebut, anak dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua telah berbuat ihsan kepada anak; mengandung selama sembilan bulan, memberikan kasih sayang dan perhatian sejak dari proses kelahiran hingga dewasa.
Dengan demikian, perintah
anak untuk berbuat ihsan kepada orang tua menjadi wajib dengan syarat orang tua
telah terlebih dahulu berbuat ihsan kepadanya. Ihsan orang tua terhadap anak
sangat urgen sebab seorang anak yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan
lemah tidak berdaya, tidak tahu apa-apa, dan perlu pertolongan orang lain.
Untuk mengatasi ketidakberdayaannya, anak sangat bergantung sepenuhnya kepada
orang tua dan menunggu bagaimana arahan dan didikan yang akan diberikan
kepadanya.
Hal
kedua yang dapat dijadikan konsep pendidikan emosional anak adalah
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Kondisi lemah anak yang masih
kecil dalam asuhan orang tua sama halnya dengan kondisi orang tua yang telah
tua renta dalam asuhan anak. Ketika Allah mewajibkan anak untuk berbuat baik
kepada orang tua sebagai balasan orang tua yang telah memperlakukan anak dengan
baik dan susah payah ketika anak kecil, maka secara otomatis orang tua juga
dituntut hal yang sama yakni memperlakukan anak dengan baik; tidak bersikap
yang menunjukkan kebosanan dan kejemuan secara lisan maupun bahasa tubuh. Berkaitan
dengan hal ini, orang tua seharusnya tidak mengabaikan aspek psikologis dalam
mengasuh anak. Anak memerlukan perhatian dan kasih sayang. Meskipun belum bisa
berpikir logis, anak tetap memerlukan kasih sayang dan cinta orang tua.
Pemberian materi yang banyak tanpa dibarengi dengan perhatian dan rasa cinta
dari orang tua akan membuat anak merasa tidak ada ikatan emosi antara dirinya
dan orang tua. Akibatnya anak tidak peka terhadap apa yang dirasakan oleh orang
tuanya, apalagi ketika orang tua telah renta.
Memperlakukan anak dengan
lemah lembut dan penuh kasih sayang bukan hanya membantu anak berkembang dengan
positif tetapi juga memudahkan orang tua untuk mengontrolnya. Di saat orang tua
bersikap lemah lembut dan sayang kepadanya, maka anak tersebut akan mudah untuk
diajak kerjasama dan akan bersikapmenurut. Memperhatikan aspek psikologis anak
dapat diwujudkan dengan sikap dan perkataan. Allah mewajibkan anak untuk
berkata lemah lembut dan tidak menghardik orang tua ketika mereka telah pikun
karena orang tua telah berlaku sabar, bersikap lembut dan tidak menghardik
anak. Dengan demikian orang tua juga dituntut untuk lemah lembut dalam perkataan
dan tidak menghardik anak.
Anak kecil yang belum bisa
berpikir rasional dan logis sama halnya seperti orang tua yang telah pikun.
Anak kecil tentunya akan merasa senang dengan dunianya. Misalnya anak kecil
mempermainkan kotorannya sendiri yang menurut daya nalar anak apa yang
dilakukannya tersebut baik dan menyenangkan. Meskipun hal demikian belum tentu
logis dan baik menurut pemikiran orang dewasa. Dalam hal ini orangtua perlu bersikap
sabar. Penghinaan dan celaan adalah tindakan yang dilarang dalam pendidikan,
sekalipun terhadap bocah kecil yang belum berumur satu bulan. Anak bayi
sangatlah peka perasaannya. Ia dapat merasakan orang tua tidak senang dan tidak
menyukainya melalui sikap, bahkan yang masih tersirat dalam hati orang tua,
lebih-lebih lagi melalui perkataan yang jelas.
Sikap orang tua dalam
menghadapi dan mengasuh anak pada masa kecil memerlukan kesabaran dan tutur
kata yang baik atau qaulan karima. Tutur kata yang baik bisa diwujudkan seiring
dengan adanya kesabaran. Apabila tidak ada kesabaran dalam diri orang tua
tentunya kata-kata kasar dan hardikan akan keluar tanpa terkendali. Dan
perkataan kasar serta hardikan tidak disenangi anak, walaupun menurut orang tua
semua itu demi kebaikan anak. Sebab yang dirasakan oleh anak bahwa kata-kata yang
tidak lemah lembut merupakan bukti ketidaksenangan orangtua terhadapnya.
[1]
Pengendalian tutur kata agar selalu terucap yang baik merupakan bentuk
kesabaran dan penghargaan orang tua terhadap anak. Ada sebagian keluarga di
mana orang tua selalu menggunakan perkataan kotor ketika berbicara dengan
anak-anak mereka. Padahal pada setiap tempat, terjaganya lingkungan masyarakat
akan tergantung pada istilah-istilah dan ungkapan bahasa yang digunakan oleh
ayah dan ibu kepada putra putrinya. Membiasakan anak bersikap sopan santun
dalam berbicara adalah tugas orang tua, karena anak mengambil dan belajar dari
kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya tidak memiliki cara yang benar
dalam berbicara, maka mereka berdua tidak akan mampu mengajari anak-anak mereka
sama sekali.
[2]
Qaulan karima merupakan perkataan yang baik, lembut dan memiliki unsur
menghargai bukan menghakimi. Dengan demikian anak akan bisa menilai kadar
keperdulian orang tua terhadap dirinya melalui perkataan yang didengarnya. Di
samping memberikan dampak secara psikologis, gawl karim juga menjadi acuan bagi
anak untuk mengikuti pola yang serupa. Sebagai konsekuensinya anak berbicara
dengan perkataan yang baik kepada orang tua sehingga akan terjalin ikatan emosional
antara anak danorangtua.
Perkataan
kasar dan caci maki, sebagai kebalikan dari pendapat di atas, akan membuat anak
terbiasa dengan kata-kata tersebut. Terbiasa di sini dimaksudkan bahwa ketika
orang tua melontarkan cacian kepada anak sebagai tanda marah, anak tidak akan
menghiraukan lagi.
[3]
Dan membentak anak sekalipun ia masih sangat kecil, berarti penghinaan dan
celaan terhadap kepribadiannya sesuai kepekaan jiwanya. Dampak negatif ini
tumbuh dan berkembang hingga menghancurkan kepribadian dan mengubah manusia
menjadi ahli maksiat dan penjahat yang tidak lagi peduli dengan perbuatan dosa
dan haram.
[4]
Melalui kata yang baik, bijak dan juga pujian, anak akan merasa dihargai dan
keberadaannya di antara anggota keluarga menjadi berarti. Seberapapun tinggi
pendidikan dan juga pengetahuan yang diperoleh orang tua tentunya orang tua
tidak bisa memandang segala sesuatunya dari sudut pandangnya sendiri. Sebab
anak yang masih kecil belum mampu menjangkau pemikiran orang tua. Dengan
demikian orang tua dalam usaha mendidik dan mengarahkan anak berusaha untuk
memposisikan diri pada sudut pandang anak yang masih kecil tersebut kalau tidak
akan selalu terjadi ketegangan. Dan sebagai konsekuensinya perkataan tidak baik
akan ditangkap oleh anak.
[5]
Berkaitan dengan cara pandang orang tua yang berbeda dengan anak kecil, di sini
perlu dirujuk kembali pendapat al-Tabariy yang menyatakan bahwa anak harus
membiarkan apa yang dicintai dan diingini oleh kedua orang tua ketika keduanya
dalam asuhannya selama tidak bermaksiat kepada Allah. Anjuran untuk membiarkan
apa yang diinginkan oleh orang tua dimaksudkan untuk menjaga perasaan keduanya,
agar mereka tidak sakit hati dan tersinggung.
Hal demikian juga dapat
diterapkan dalam mendidik anak. Orang tua tidak perlu terlalu protektif dengan
lebih banyak mengeluarkan intruksi larangan dari pada membolehkan. Apabila
orang tua banyak melarang segala sesuatu yang akan dilakukan oleh anak, anak
akan menilai orang tua sebagai sosok yang otoriter, kejam dan tidak memahami
perasaan serta kemauannya. Dan juga anak akan cenderung tidak berani
bertindak. Jika hal demikian terjadi maka kreativitas anak akan hilang dan anak
tidak merasa adanya keterikatan emosi dengan orang tua. Oleh karena itu orang
tua, dalam konteks ini, tidak terlalu banyak melarang apa yang akan dilakukan
oleh anak selama tidak membahayakan dirinya dan juga selama tidak keluar dari
norma-norma islami. Selanjutnya, setelah berbuat ihsan dan berkata dengan qawl
karim kepada anak, orang tua juga dianjurkan untuk mendo’akan anak seperti
Allah menganjurkan anak untuk mendo’ akan orang tua dalam akhir ayat 24 surat
al-Isra’ tersebut. Sebab mendo’akan anak merupakan bagian bentuk tanggung jawab
orang tua kepada generasi penerusnya, yang tidak ingin melihat mereka sebagai
generasi yang amburadul, loyo dan tidak mengerti akan tanggung jawabnya.
[6]
Sebagaimana Rasulullah Saw pernah mendo’akan cucunya Hasan dan Husain. Hadith
tersebut adalah sebagai berikut: Artinya: Ya Allah, kasihilah mereka berdua,
sebab aku mengasihinya pada intinya merupakan perintah kepada anak untuk
mendo’akan kedua orang tuanya. Namun penggalan ayat tersebut merupakan keyword
dari keseluruhan konsep interaksi edukatif pada aspek emosional antara orang
tua dan anak. Orang tua berhak mendapatkan Ihsan, qawlan karima dan juga rahmah
seperti yang terdapat pada penggalan ayat tersebut, apabila ia telah berbuat
hal yang sama terhadap anak terlebih dahulu.
Hal ini dapat dipahami dari
kata kama rabbayani shaghira. Dan dalam kata tersebut terkandung unsur cause
and effect atau causalitas. Kata rabbayani dalam penggalan ayat tersebut
merupakan akumulasi dari sikap Ihsan, qawlan karlma dan juga rahmah orang tua
terhadap anak. Singkatnya sikap orang tua terhadap anak berdasarkan
konsep pendidikan emosional yang terdapat dalam surat al-Isra’ 23-24 adalah
dengan cara memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak, bersikap lemah
lembut, berkata dengan perkataan yang baik, dan tidak memaksakan kehendak orang
tua sebab dunia anak dan orang dewasa itu berbeda atau dengan kata lain orang
tua memberikan kelonggaran bagi anak untuk berkreativitas selama tidak
menyimpang dari ajaran agama. Serta mendo’akan anak agar Allah senantiasa
melimpahkan kasih sayang-Nya terhadap anak. Sikap orang tua terhadap anak
tersebut memerlukan kesabaran dan pengorbanan yang begitu besar. Orang tua yang
telah bersabar dan berkorban dalam mendidik dan mengarahkan anak agar menjadi
anak yang shalih berhak mendapatkan do’a seperti yang disinyalir oleh Allah
dalam firman-Nya
:
Artinya:
Dan ucapkanlah: `wahai Tuhanku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil. (Al-Isra’:24).
KESIMPULAN
Dengan demikian secara
keseluruhan konsep pendidikan yang terdapat dalam surah al-Isra’ 23- 24
merupakan bentuk konsep yang memiliki kausalitas atau sebab¬ akibat (hubungan
timbal balik). Anak menyantuni dan juga mendo’akan orang tua sebagai
konsekuensi dari sikap orang tua terhadap anak ketika anak masih kecil. Oleh
karena itu, orang tua mendapatkan hak dari anak karena orang tua telah melaksanakan
kewajibannya terlebih dahulu terhadap anak. Dan begitu juga sebaliknya; anak
memberikan hak orang tua karena anak telah mendapatkan haknya, yakni pendidikan
dengan penuh kasih sayang, kelembutan, keikhlasan dan keridhaan dari orang tua.
Sehingga terbentuklah pendidikan karakter terhadap si anak.
DAFTAR
PUSTAKA
[1] Irawati Istadi, Mendidik Dengan Cinta, (Jakarta: Pustaka Inti, 2003), h. 11.
[2] Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak … h. 207&209
[3] Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, Jil. 5, (Semarang: Asy-Syifa’, 1992), h. 178.
[4] Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, (Jakarta: Lentera Basritama
[5] Mohamed A. Khalfan, Anakku Bahagia Anakku Sukses, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004), h.
[6] Fuad Kauma, Buah Hati Rasulullah: Mengasuh Anak Cara Nabi, (Bandung: Hikmah, 2003), h. 70.
[7] Shahih Bukhari, Terj., Jil. 8, (Semarang: Asy-Syifa’, 1993), h. 25.
[8] http://irham1977.wordpress.com/2009/11/06/perlindungan-anak-dalam-perspektif-islam/ [9]http://punyarezam.blogspot.com/2012/09/makalah-tafsir-surat-al-isra-23-24.html
Uji
Kompetensi
- Terletak
pada juz berapa kah Surat Al-Isra ?
a) Juz ke- 10
b) Juz ke- 15
c) Juz ke- 19
d) Juz ke- 7
- Berpakah
jumlah ayat dalam surat Al-Isra ?
a) 122 Ayat
b) 166 Ayat
c) 90 Ayat
d) 111 Ayat
- Apakah
arti dari surat Al-isra itu ?
a) Hujan Badai
b) Hari kiamat
c) Memperjalankan di Malam Hari
d) Waktu dhuha
- Tergolong
dalam surat apakah Al-isra ini ?
a) Tidak kedua dua nya
b) Makiyah
c) Madaniyah
d) Malikiyah
- Kata
apakah yang tidak boleh di ucapkan kepada orang tua yang terkandung dalam
ayat 23 Surat Al-Isra ini ?
a) Tidak
b) Ah”
c) Gamau
d) Bodo amat
- Apakah
yang di maksud dengan Qaulan Karima ?
a) Perkataan yang baik, lembut dan memiliki
unsur menghargai bukan menghakimi.
b) Perkataan yang keluar dari ulama
c) Perkataan yang tidak senono
d) Perkataan yang tercela
- Berasal dari negara mana kah asal kata
pendidikan itu ?
a) Kanada
b) Yunani
c) Amerika
d) Spanyol
- Siapakah
cucu nabi muhammad yang di doakan oleh beliau ?
a) Hasan dan husain
b) Siti ruqoyah
c) Siti aminah
d) Abdullah
- Termasuk
dalam akhlak apakah berkata baik dan lembut?
a) Akhlak Karimah
b) Akhlak Mamdudah
c) Akhlak Muamalah
d) Semua benar
- Apakah
Lafadz yang tidak boleh diucapkan kepada orangtua menurut Al Quran?
a) Uff
b) Afwan
c) Ayy
d) Hayyun
[1] sebuah hadits shshih telah ditakhrij dimuka
[2] HR.Muslim dalam pembhasan tentang berbakti kepada orang tua,bahwa
keduanya orang yang paling berhak atas hal itu (4/1947).juga diriwayatkan yang
lainya.
[3] HR. Muslim pada pembahasan tentang berbuat baik, bab: Berbakti kepada
kedua orang tua dan keduanya berhak mendapatkan itu (4/1975) dengan lafazh yang
mirip.
[4] HR abu daud pada pembahasan tentang jihad, bab: Orang berjihad
sementara kedua orang tuanya tidak
menyukainya (3/17), An-nasa’i pada pembahasan tentang jihad, Bab: Orang Yang
Berjihad Sementara ia masih memiliki Kedua orang tua (2/929 dan 930), Ahmad
dalam Al musnad
[5] Sebuah atsar dari mujahid yang disebutkan oleh Ath-Thobari dalam
jami’Al Bayan(15/47),An-Nuhas dalam Ma’ani Al Qur’an (4/140),Ibnu Athiyah dalam
Al MuharrarAl Wajiz(10/279)
[6] Lih. Lisan Al’Arab,entri
[7] Didalam jami’Al Bayan ()15/49,Al Muharrar Al Wajiz (10/279)dan Ad-Durr
Al Mantsur(4/171). Abu Al Haddaj.
2021-11-2021 at Mohegan Sun Casino Coupons - 2
AntwoordVee uitGet 더킹카지노 2 Mohegan Sun Online Coupons today. at Mohegan Sun Casino Coupon Codes for 2021. 100% 카지노사이트 Up To $1,000 Bonus Code.